Minggu, 23 Desember 2007

fraud IT

 fraud IT

Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Country Coordinator GIPI-Indonesia, mendefinisikan beberapa hal yang menyangkut penipuan melalui Internet ini.

Pertama, penipuan terhadap institusi keuangan, termasuk dalam kategori ini antara lain penipuan dengan modus menggunakan alat pembayaran, seperti kartu kredit dan atau kartu debit dengan cara berbelanja melalui Internet. Penipuan terhadap institusi keuangan biasanya diawali dengan pencurian identitas pribadi atau informasi tentang seseorang, seperti nomor kartu kredit, tanggal lahir, nomor KTP, PIN, password, dan lain–lain.

Kedua, penipuan menggunakan kedok permainan (Gaming Fraud), termasuk dalam kategori ini adalah tebakan pacuan kuda secara online, judi Internet, tebakan hasil pertandingan oleh raga, dan lain-lain.

Ketiga, penipuan dengan kedok penawaran transaksi bisnis, penipuan kategori ini dapat dilakukan oleh dua belah pihak; pengusaha dan individu. Umumnya dalam bentuk penawaran investasi atau jual beli barang/jasa.

Keempat, penipuan terhadap instansi pemerintah, termasuk dalam kategori ini adalah penipuan pajak, penipuan dalam proses e-procurement dan layanan e-government, baik yang dilakukan oleh anggota masyarakat kepada pemerintah maupun oleh aparat birokrasi kepada rakyat.

Brata Mandala, dari Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat II Ekonomi dan Khusus Mabes Polri, mengategorikan modus operandi cybercrime ini dalam dua hal.

Pertama, kejahatan umum dan terorisme yang difasilitasi oleh Internet. Ini terdiri dari Carding (creditcard fraud), Bank Offences, e-Mail threats, dan Terorisme.

Kedua, penyerangan terhadap computer networks, Internet as a tools and target, yang meliputi DDoS Attack, Cracking/Deface, Phreaking, Worm/Virus/Attack, dan Massive attack/cyber terror.

Lebih lanjut, Mandala mengarakteristikkan cybercrime ini di antaranya, bahwa modal untuk menyerang relatif sangat murah. Sebuah serangan yang sangat besar/luas, namun cukup dilakukan dengan menggunakan komputer dan modem yang sederhana. Dapat dilakukan oleh setiap individu, tidak perlu personil/unit yang besar. Risiko bagi yang ditangkap (being apprehended) rendah. Sangat sulit melokalisir tersangka, bahkan kadang-kadang tidak menyadari kalau sedang diserang. Tidak ada batasan waktu dan tempat, sangat memungkinkan untuk diserang kapan saja (setiap saat) dan dari mana saja. Kerugian sangat besar/mahal dan meluas apabila serangan tersebut berhasil.

“Di Indonesia, pada tahun 2002, kejahatan umum dan terorisme yang difasilitasi oleh Internet sebanyak 159 kasus yang dilaporkan, 15 di antaranya kini tengah dalam proses pengadilan dan 2 sudah ada di pengadilan. Sementara untuk penyerangan terhadap komputer, ada 7 kasus yang dilaporkan,” tegas Mandala seraya menyangkal data ClearCommerce.com. Baginya, data itu masih simpang siur. “Kalau saya lihat laporan dari Amerika yang menempati urutan kedua itu kartu kredit biasa, bukan di cyber,” tambahnya.

Kamis, 25 Oktober 2007

HAKI

Indonesia sebagai surga bagi para pembajak ?

Banyaknya pembajakan di bidang karya intelektual dan hak cipta lainnya menjadikan Indonesia sebagai surga bagi para pembajak sehingga pemegang HKI banyak yang dirugikan. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan HAM Prof Abdul Bari Azed SH MH, sebelum dimulainya Seminar HKI dengan tema 'Pemberdayaan Sistem HKI dalam Pembangunan Ekonomi Bangsa yang Berbasis Ilmu Pengetahuan' di
hotel Mandarin Majapahit Jl.Tunjungan Surabaya, Kamis (29/4).

JAKARTA (Bisnis): Kepolisian mencatat selama Januari-Oktober terjadi 383 kasus pelanggaran HaKI yang sebagian besar pelanggaran hak cipta.

Kepala Unit I Industri dan Perdagangan Direktur II Eksus Bareskrim Mabes Polri Kombes Pol. Edi Wardoyo menjelaskan untuk pelanggaran hak cipta jumlahnya mencapai 372 kasus. Untuk pelanggaran paten sebanyak satu kasus, pelanggaran desain industri sebanyak sembilan kasus, dan pelanggaran rahasia dagang sebanyak satu kasus.

Menurut dia, besarnya pelanggaran HaKI itu dikarenakan tidak ada sosialisasi yang gencar mengenai hak tersebut.

"Itu dikarenakan kesadaran masyarakat terhadap HaKI cukup rendah. Di samping juga banyak masalah sosial di masyarakat yang mendorong dilakukannya pembajakan," kata dia hari ini.

Pembajakan dilakukan terhadap produk yang laku di pasaran. Tidak kalah dengan produk yang dibajak, produk tiruan tersebut cukup laku di pasar. Hal itu karena produk bajakan memiliki daya saing yang cukup tinggi.

Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak melakukan pelanggaran HaKI. "Untuk menguranginya, kami akan meningkatkan kemampuan petugas yang menangani kasus pelanggaran serta melengkapi dengan alat-alat yang diperlukan," tambah dia. (tw)

(Source: bisnisindonesia)

Selasa, 25 September 2007

muhammad jaenudin

menurut saya komputer generasi yang akan datang itu dapat dibawa kemana-mana seperti leptop dan mudah di akses oleh semua golongan agar semua dapat mengetahui informasi-informasi yang sedang hangat di perbincangkan.